sumber : http://ilmubaronjulio.blogspot.com/2012/01/abadi-30-mei-1969-sekitar-lahirnya.html 
Rumus  sebagai “Gentleman Agreement” di dalam rapat ke-1 sidang-II di dalam  rumus “Badan penyelidikan” pada tanggal 10 Juli 1945, sebelum membacakan  teks Piagam Ir. Soekarno berkata sebagai berikut :
“Panitia  sembilan orang inilah sesudah mengadakan pembicaraan yang masak dan  sempurna telah mencapai hasil baik untuk mendapatkan suatu modus, satu  persetujuan, antara pihak islam dan pihak kebangsaan. Modus, persetujuan  itu termaktub di dalam suatu rancangan pembukaan hukum dasar, rancangan  preambule hukum dasar, yang dipersembahkan sekarang oleh panitia kecil  kepada sidang sekarang ini, sebagai usul”.
Selanjutnya  waktu mempertahankan rumus itu di hadapan rapat pleno Dokuritsu pada  tanggal 14 Juli 1945 terhadap keinginan-keinginan, baik untuk mengurangi  atau menambah akhirnya Ir. Soekarno mengatakan :
“Paduka  Tuan ketua; kami Panitia Perancang mengetahui bahwa anggota yang  terhormat Sanusi minta perkataan “bagi pemeluk-pemeluknya” dicoret.  Sekarang ternyata, bahwa anggota yang terhormat Hadikusumo minta juga  dicoretnya. Tetapi kami berpendapat, bahwa kalimat-kalimat ini  seluruhnya berdasar kepada ke-Tuhanan. Sudahlah hasil kompromi di antara  2 pihak. Sehingga dengan adanya kompromi itu, perselisihan di antara  kedua pihak hilang tiap kompromis berdasar kepada memberi dan mengambil,  geven dan nemen. Ini suatu kompromis yang berdasar memberi dan  mengambil. Bahkan kemarin di dalam panitia soal ini ditinjau lagi dengan  sedalam-dalamnya di antara lain-lain, sebagai tuan-tuan yang terhormat  mengetahui, dengan tuan Wahid Hasyim dan Agus Salim di antara anggota  panitia, kedua-duanya pemuka islam. Pendek kata inilah kompromis yang  sebaik-baiknya. Jadi panitia memegang teguh akan kompromis yang  dinamakan oleh anggota yang terhormat Moh. Yamin “Jakarta Charter” yang  disertai perkataan tuan yang terhormat Sukima Gentlemen Agreement,  supaya ini dipegang teguh di antara pihak islam dan pihak kebangsaan.  Saya mengharap paduka tuan yang mulia rapat besar suka membenarkan  panitia itu”.
Esensi  rencana ini, yaitu rumus mengenai ketuhanan, di dalam salah satu rapat  kemudian diterima dengan aklamasi oleh “Badan Penyelidik”.
Akhirnya  pada waktu “Badan Penyelidik” Usaha-usaha persiapan kemerdekaan menutup  sidangnya yang ke II dan terakhir pada tanggal 17 Juli 1945, selesailah  “diterima dengan sebulat-bulatnya” oleh badan itu rancangan-rancangan  pernyataan, pembukaan dan pembukaan Undang-undang Dasar Republik  Indonesia, perkataan-perkataan diterima dengan sebulat-bulatnya adalah  perkataan yang dipergunakan sendiri oleh ketua Dr. Radjiman  Widjodiningrat.
Siapa  saja yang mempelajari dengan seksama notulen-notulen dari rapat-rapat  badan penyelidik kiranya tidak dapat melepaskan diri dari kesan tentang  kesungguh-sungguhan pembicaraan mengenai “Piagam Jakarta” dan segala  sesuatu yang bertalian dengan piagam itu.
Pembicaraan-pembicaraannya  sangat serius penuh tanggung jawab dan mendalam; kerap kali terdengar  nada-nada yang sangat tajam dan keras. Suasanya beberapa kali menjadi  sangat dramatis. Namun demikian kesemuanya itu kiranya selalu dapat  diatasi dengan appeal kepada persatuan dan perdamaian. Ini bisa  diilustrisir dengan kutipan ucapan anggota Abi Kusno Cokro Suyoso, yang  waktu sewaktu rapat hampir saja macet berseru sebagai berikut :
“Paduka  tuan ketua sebagaimana yang telah diterangkan paduka tuan daripada  panitia ini, maka apa yang termuat di situ ialah buah kompromi antara  golongan islam dan golongan kebangsaan. Kalau tiap-tiap daripada kita  harus misalnya membentuk kompromi itu, dan kita dari golongan Islam  harus menyatakan pendirian, tentu saja kita mengatakan sebagaimana  harapan tuan Hadikusumo. Tetapi kita sudah melakukan kompromi, sudah  melakukan perdamaian dan dengan tegas oleh paduka tuan ketua panitia  sudah dinyatakan, bahwa kita harus memberi dan mendapat. Untuk  mengadakan persatuan, janganlah terlihat perbedaan paham tentang soal  ini. Itulah tanda yang tidak baik buat dunia luar. Kita harapkan  sungguh-sungguh kita mendesak kepada segenap kelompok yang ada dalam  badan ini sudahlah kiranya kita mengadakan suatu perdamaian. Janganlah  sampai nampak kepada dunia luar bahwa kita ada perselisihan paham,  sekianlah (tepuk tangan)”
Ucapan ini menyelamatkan situasi dan dapat menyelesaikan hal yang pelik pada waktu itu. 
Mengapa rumus diubah?
Timbullah sekarang satu “historise vraag” satu “pertanyaan sejarah” 
Apa  sebab rumus “Piagam Jakarta” yang diperdapat dengan susah payah, dengan  memeras otak dan tenaga, berhari-hari oleh tokoh-tokoh terkemuka dari  bangsa kita kemudian di dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan pada  tanggal 19 Agustus 1945 di dalam beberapa menit saja dapat diubah? Apa,  apa, apa sebabnya?
Tidak  dapat dihindarkan pertanyaan : Kekuatan-kekuatan apakah yang mendorong  dari belakang hingga perubahan itu terjadi ? Penulis tidak tahu apakah  pertanyaan ini masih dapat dijawab dengan jujur dan tepat. 
Apakah  sebabnya Ir. Soekarno yang selama sidang-sidangnya “Badan Penyelidik”  dengan mati-matian mempertahankan “Piagam Jakarta” kemudian justru  memelopori usaha untuk mengubahnya ? 
Penulis tidak tahu.
Barangkali fakta-fakta yang akan penulis sampaikan ini dapat memberi arah untuk mendekati jawabannya.
Ada teori dan teori ini mempunyai sokongan yang luas yang mengatakan bahwa kejadian-kejadian sebelumnya proklamasi tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian-kejadian sesudah proklamasi.  Apa yang terjadi pada tanggal 18 Agustus 1945 yaitu penetapan UUD 1945  dengan preambulnya, semata-mata bersumber kepada proklamasi. 
Demikianlah kurang lebih teori itu. 
Terhadap  teori ini inginlah penulis mengemukakan beberapa fakta. Tadi sudah  dikatakan bahwa yang diterima oleh badan penyelidik ialah rancangan  pernyataan. Pembukaan dan UUD RI di dalam rancangan UUD ini dalam Bab XV  “Aturan Peralihan” kita jumpai adanya “Badan Persiapan Kemerdekaan  Indonesia” yang dengan diubah sedikit, yaitu perkataan “badan” menjadi  “panitha”, bersidang pada tanggal 18 Agustus 1845 untuk menetapkan UUD dan memilih presiden dan wakil presiden.
Mula-mula  “Panitia Persiapan Kemerdekaan” itu beranggotakan 21 orang.  Perinciannya ialah 13 orang anggota Dokuritsu dan 8 orang baru (satu  dari Sunda kecil, dua dari Sulawesi, satu dari Kalimantan, satu dari  Jawa, dan tiga dari Sumatra). Maluku diwakili oleh seorang yang telah  menjadi anggota Dokuritsu yaitu Mr. J. Latuharhary. Dari 21 orang ini  terdapat 2 orang eksponen islam yaitu Ki Bagus Hadikusomo, dan KH. Wahid  Hasyim. 
Sesudahnya  proklamasi keanggotaannya ditambah dengan 6 (enam) orang semua dari  Jawa dan Madura. 3 (tiga) orang bekas anggota Dokuritsu dan 3 (tiga)  orang baru. Dari enam orang terdapat seorang eksponen islam yaitu Mr.  Kasman Singodimedjo. Sehingga resminya “Panitia Persiapan Kemerdekaan”  yang bersidang pada tanggal 18 Agustus 1945 kemudian beranggotakan 27  orang dan tiga orang di antaranya eksponen islam. 
Untuk  Sumatra Utara yang diangkat ialah Mr. T. Muhammad Hasan dari Medan,  untuk Sumatra tengah Dr. Amir dari Tanjung Pura (Sumatra Utara), untuk  Sumatra Selatan Mr. Abas dari Teluk - Betung.
Salahkah  jika orang bertanya : apakah tidak layak jika dari Sumatra ada wakil  golongan islam ? tokoh alm. Syekh Muhammad Djamil Djambek. Ketua Majelis  Islam Tinggi Se-Sumatra kiranya cukup representatif. 
Mr.  T. Muhammad Hasan menerima panggilan ke Jakarta pada tanggal 10 Agustus  1945. Segala sesuatu diurus oleh pihak Jepang. Tanggal 12 Agustus 1945  bersama-sama Dr. Amir berangkat ke Singapore dengan kapal terbang  Jepang. Di sana menanti kedatangan delegasi Indonesia, Soekarno/Hatta  dari perlawatannya ke Saigon untuk mengadakan pembicaraan dengan  Panglima Tentara Jepang untuk Asia Tenggara yaitu Jenderal Besar  Terauchi.
Kiranya  untuk catatan sejarah sudah waktunyalah kalau isi pembicaraan Saigon  ini diumumkan. Isinya dapat memberi pengertian tentang proses yang  berjalan selanjutnya. Bisa dijawab mungkin antara lain pertanyaan  mengenai masalah berikut : “Badan Persiapan” tel`h memutuskan dalam  salah satu rapatnya yang masuk daerah Indonesia merdeka ialah : “Daerah  Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor  Portugis, dan Pulau-pulau sekitarnya” dalam bukunya “History of Malaya”  (1961) Joginder Singh Jessy menerangkan (dalam salinannya) sebagai  berikut : “Jepang mengundang Dr. Soekarno dan Dr. Muhammad Hatta untuk  pembicaraan di Saigon. Sebagian delegasi ditinggal di Singapura untuk  pembicaraan dengan K.R.I.S (Kesatuan Rakyat Indonesia Semenanjung).  Sepulang Dr. Soekarno dan Dr. Hatta dari Saigon pada tanggal 12 Agustus  1945 Ibrahim Yakob dan Dr. Burhanudin ketemu mereka di Taiping.  Diputuskan akan dikirimkan delegasi terdiri dari 8 orang ke Jakarta  untuk menghadiri pernyataan kemerdekaan Malaya akan menjadi bagian  Republik Indonesia. 
Rencana-rencana  ini gagal karena Jepang menyerah kalah tiga hari kemudian dan  pernyataan Republik Indonesia oleh Dr. Soekarno Malaya dan Borneo tidak  disertakan. Rencana KRIS gagal”. Demikian tulisan itu.
Apakah sebabnya maka pada penyusunan “Panitia Persiapan Kemerdekaan” tidak diusahakan  ada wakil dari Malaya, Borneo Utara, dan Seluruh Papua?
Apakah  hal ini tidak disetujui oleh Jepang, sehingga tidak dilaksanakan waktu  mengadakan persiapan ? Jadi kebijaksanaan yang berlainan dengan  diusahakannya wakil-wakil dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Sunda  kecil? Penulis tidak tahu, namun fakta-faktanya demikianlah. Kesimpulan  yang dapat diambil dari fakta-fakta kesemuanya ialah, Jepang turut  berperanan dalam penyusunan “Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia”
Tanggal  14 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima, tanggal  15 Agustus 1945 Jepang berkapitulasi. Tanggal 17 Agustus 1945 +  jam 04.00, pagi dirumuskan naskah proklamasi di dalam satu pertemuan  yang diadakan dalam rumah seorang pembesar Angkatan laut Jepang Kolonel  Maeda, yaitu rumah Kedutaan Besar Inggris sekarang. Pada jam 10.00 pagi  terjadilah proklamasi di Pegangsaan Timur 56 dengan dibacakannya naskah  Proklamasi Kemerdekaan yang melepaskan Indonesia dari belenggu  penjajahan yang berabad-abad lamanya.
----- P R O K L A M A S I -----
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan KEMERDEKAAN INDONESIA.
Hal-hal  yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan  cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta, 17 Agustus 1945. Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno – Hatta.
Naskah  ini pada zaman pra Gestapu pernah dinodai dengan dihilangkan  penandatangannya, konon kabarnya karena ada tercantum, nama Hatta di  dalamnya.
Rumus Pancasila II
Sehari  sesudah Proklamasi, pada tanggal 18 Agustus 1945, terjadilah rapat  “Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia”. Panitia dibentuk sebelum  Proklamasi. Mula-mula beranggotakan 21 orang, kemudian sesudahnya  ditambah dengan 6 orang menjadi 27 orang. Di dalam jumlah ini termasuk  16 orang anggota bekas, “Badan Penyelidik” dan golongan Islam mempunyai 3  (tiga) orang anggota sebagai eksponen dalam “Panitia Persiapan” ini.
Dengan  mempergunakan rancangan yang telah dipersiapkan oleh “Badan  Penyelidik”, maka “Panitia” dapat menyelesaikan acara hari itu, yaitu :
a.       Menetapkan UUD dan 
b.       Memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam waktu rapat selama 3 jam lebih sedikit.
Dengan  demikian terpenuhilah harapan Ir. Soekarno sebagai ketua “Panitia”,  juga diucapkan pada waktu membuka rapat itu. Harapan itu ialah demikian :
“Tuan-tuan  sekalian tentu mengetahui dan mengakui, bahwa kita duduk di dalam suatu  jaman yang beralih sebagai kilat cepatnya. Maka berhubungan dengan itu  saya minta kepada tuan-tuan sekalian, supaya kita pun bertindak di dalam  sidang sekarang ini dengan kecepatan kilat”.
Mengenai Sifat Undang-undang Dasarnya sendiri beliau berkata :
“  Tuan-tuan tentu mengerti, bahwa ini adalah sekedar Undang-undang Dasar  Sementara, Undang-undang Dasar Kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan  pula, inilah revolutiegrondwet. Nanti kita membuat undang-undang Dasar  yang lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh  tuan-tuan, agar supaya kita ini hari bisa selesai dengan Undang-undang  Dasar ini”.
 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar